BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu pokok yang fundamental dan
senantiasa aktual dalam kehidupan merupakan upaya mempertanyakan dan membahas
tentang kebenaran. Kebenaran dapat dikatakan sebagai bahan kajian yang tak
pernah tuntas untuk diangkat ke ranah akal sekaligus batin manusia. Kebenaran
dapat diartikan sebagai keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya.
Dalam perkembangan sejarah manusia,
ilmu pengetahuan merupakan dasar dari pemikiran dan peradaban manusia hingga
kini. Berbagai pemikiran merupakan dasar kehidupan manusia, bahkan telah
menjadi ciri khas dalam kehidupan manusia dan menjadi pendorong perkembangan
zaman modern. Pemikiran filosofis senantiasa perkembang dan menjadi cikal bakal
pemikiran dan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan lain. Filsafat melakukan dua
macam hal dalam satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam
semesta. Selain itu, filsafat juga menyentuh tataran praktis, terutama
berkaitan dengan moral. Hal tersebut merupakan implikasi dari pemikiran logis
dari pemikiran manusia sendiri yang tidak lain untuk mencari “kebenaran”.
Kebenaran dapat dipahami berdasarkan
tiga hal, yakni kualitas pengetahuan, sifat/karakteristik bagaimana cara
manusia membangun ilmu pengetahuan, dan nilai kebenaran pengetahuan atas suatu
hal. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat membahas tentang apa
yang bisa dikategorikan dalam ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetauan modern,
realitas hanya dibatasi oleh hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif.
Penelaahan ilmu didasari oleh tiga
cabang filsafat, yakni Antologi, Epistomologi, dan Aksiologi. Dari pembahasan
mengenai ilmu filsafat maka akan diketahuai landasan penelaahan ilmu
pengetahuan yang akan dibahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa saja landasan penelaahan ilmu pengetahuan?
1.2.2 Bagaimana relevansi landasan
penelaahan ilmu pengetahuan dengan
berbagai disiplin ilmu?
berbagai disiplin ilmu?
1.2.3 Apa saja manfaat landasan penelaahan ilmu bagi
kemajuan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan?
pengetahuan dalam kehidupan?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan
masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja landasan penelaahan ilmu
pengetahuan.
1.3.2 Untuk mengetahui
relevansi landasan penelaahan ilmu pengetahuan dengan berbagai disiplin ilmu.
1.3.3 Untuk mengetahui manfaat landasan
penelaahan ilmu bagi kemajuan
ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Filsafat
Arti kata filsafat berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “cinta akan hikmat” atau “cinta akan pengetahuan”.
Seorang filsuf adalah seorang pencinta, pencari ( philos ) hikmat atau
pengetahuan (sophia). Kata Filosophos diciptakan untuk menekankan sesuatu.
Pemikir pemikir Yunani Phytagoras (586 – 496 SM) dan Plato ( 428 – 348)
mengejek para sofis (sophister) yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban
untuk semua pertanyaan. Kata Phytagoras : hanya Tuhan mempunyai hikmat yang
sungguh – sungguh. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia ini,
yaitu”mencari hikmat”, “mencintai pengetahuan”.
2.2 Asal Filsafat
Tiga hal yang mendorong manusia
berfilsafat, yaitu : keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.
a.
Keheranan
Banyak filsuf menunjuk rasa heran
(Yunani : thaumasia) sebagai asal dari filsafat. Seperti plato yang mengatakan
: “Mata kita memberi pengamatan bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini
mendorong untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini bersifat filsafat.” Juga
stertulis di kuburan Immanuel .”ceoelum stellatum supra me, lex moralis intra
me,” yang artinya adalah kedua gejala yang paling mengherankan menurut kant
adalah bintang yang ada diatas dan hukum moral dalam hatinya.
b.
Kesangsian
Augustinus dan decartes,
menunjukkan bahwa kesangsian sebagai sumber utama pemikiran. Manusia heran,
tapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia
tidak ditipu oleh pancainderana kalau ia heran? Apakah kita tidak hanya
melihat yang ingin kita lihat? Dimana dapat ditentukan kepastian, karena dunia
ini penuh dengan macam-macam pendapat, keyakinan, dan interpretasi? Sikap ini,
sikap skeptis, sangat berguna untuk menemukan suatu titik pangkal yang tidak
teragukan lagi. Titik pangkal ini dapat berfungsi sebagai dasar untuk semua pengetahuan
lebih lanjut.
c.
Kesadaran akan keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat
ketika ia menyadari betaa kecil dan lemah dirinya bila dibandingkan dengan alam
semesta. Semakin manusia terpukau oleh ketakterhinggaan sekelilingnya, semakin
ia heran akan eksistensinya. Dan kalau dunia saya dan hidup saya kelihatan
tidak berarti dalam keadaan-keadaan tertentu.
Keheranan, keasingan, dan kesadaran
akan keterbatasan mendorong manusia berpikir. Akan tetapi, pemikiran ini segera
menjadi “metodis”. Manusia berkecenderungan untuk menggunakan suatu jalan
tertentu untuk berpikir, yaitu dari hal-hal yang lebih konkret ke
prinsip-prinsip induk yang abstrak. Menurt Aristoteles, pemikiran kita melewati
tiga jenis abstraksi. Setiap jenis abstraksi menghasilkan salah satu jenis
pengetahuan, yaiut pengetahuan fisis, pengetauan matematis, dan pengetahuan
teologis. Semua jenis pegetahuan ini, menurut Aristoteles, masih termasuk
filsafat karena belum dibedakan antara teologi, filsafat, dan ilmu pengetahuan.
Ketiga jenis abstraksi sebagaimana dibedakan oleh Aristoteles masih tetap
berguna untuk menerangkan hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
Tahap pertama: fisika. Kita mulai
berpikir kalau kita mengamati sesuatu. Keheranan, kesangsian, dan kesadaran
atas keterbatasan baru dapat timbu kalau sesuatu diamati lebih dahulu.
Tahap kedua : matesis. Kita masih
dapat melepaskan,” mengabstrahir” lebih banak lagi. Kita dapat melepaskan
materi yang kelihatan dari semua perubahan. Itu terjadi akal budi melepaskan dari materi hanya segi
yang dapat dimengerti ( hylee noete)
Tahap ketiga : teologoi atau
“filsafat pertama”. Akhirnya kita juga dapat mengabstrahir dari semua materi,
baik materi yang dapat diamati, maupun materi yang dapat diketahui. Kalau kta
berpikir tentang keseluruhan kenyataan, tentang kenyataan yang paling luhur,
tentang Tuhan, maka lalu tidak hanya bidang fisika melainkan juga bidang
Matesis yang ditinggalkan.
Pengetahuan dari jenis ketiga ini
dalam tradisi setelah aristoteles disebut metafisika, bidang yang datang setelah
fisika.
2.3 Pengertian Ilmu
Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah suatu
pengetahuan tentang objek tertentu yang disusun seara sistematis, objektif,
rasional, dan empiris sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode
tertentu.
2.4 Objek dan Sudut Pandang
Ilmu Pengetahuan
Seperti
halnya dengan filsafat, ilmu pengetahuan juga memiliki objek penelitian tetapi
objek yang diteliti dalam ilu pengetahuan lebih bersifat khusus tentang alam
dan manusia yang empiris dalam pengalaman sehari-hari..
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Landasan Penelaahan Ilmu
Pengetahuan
Secara singkat uraian landasan ilmu
itu adalah sebagai berikut : (i)Landasan Ontologis adalah tentang objek yang
ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaahan yang
jelas karena diversifikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek
telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda.
(ii) Landasan Epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau
menelaah sehingga sama diperolehnya ilmu tersebut. Metode ilmiah pada dasarnya
untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses kegiatan
induksi--deduksi--verifikasi. (iii) Landasan Aksiologi adalah berhubungan
dengan penggunaan ilmu tersebut dalam angka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan
perkataan lain apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu
dalam meningkatkan kualitas hidup manusia yang lebih baik.
3.1.1
Ontologi Ilmu
Ontologi terdiri dari dua
suku kata yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang
berwujud dan Logos berarti ilmu. Jadi, ontologi dapat diartikan sebagai ilmu
atau teori tentang wujud hakikat yang ada pada ilmu. Objek ilmu atau keilmuan
adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau oleh panca indra. Jadi objek
ilmu adalah pengalaman indrawi dengan kata lain ontologi adalah ilmu yang mempelajari
hakikat sesuatu yang berwujud dengan berdasarkan pada penalatran logis.
Ontologi sebagia cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat benda bertugas untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas benda itu? Apakah
sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak? “ ”apakah kedudukan ilmu dalam
ruang yang ada ini?” “benarkah ilmu itu ada ?” “ apakah konsep ilmu sebagai
kajian tentang kausalitas itu bermakna di tengah ruang yang ada, yang hiasannya
tidak terbatas itu ?”
Dari teori hakikat ini
kemudian muncul beberapa aliran dalam filsafat antara lain : (i) filsafat
materialisme, (ii) filsafat idealisme (iii) ilmu moonisme, (iv) filsafat
dualisme, (v) filsafat skeptisisme, dan (vi) filsafat aknotisisme. Suriasumantri
(2003) menyatakan bahwa pokok permasalahn yang menjadi objek kajian filsafat
mencakup tiga segi yakni : a. Logika (benar salah), b. Etika (baik buruk), dan
c. Estetika (indah jelek).
3.1.2
Epistomologi Ilmu
Epistomologi berasal dari kata
episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi,
epistomologi adalah imu yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan cara
memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan yakni cabang
filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat
pengetahuan, dan sumber pengetahuan dengan kata lain epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas atau menyoroti tentang tatacara tehnik atau prosedur
mendapatka ilmu dan keilmuan dengan metode non-ilmiah, ilmiah, maupun
problem-solving. Pengetahuan yang diperoleh dari metode non-ilmiah adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan, trial and error, akal sehat,
dan pengalaman biasa. Metode ilmiah dengan cara memperoleh pengetahuan melalui
pendekatan induktif dan deduktif. Sendangkan metode problem solving adalah
memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data, mengorganisasikan dan menganalisis data,
menyimpulkan, dan melakukan verifikasi, yakni pengujian hipotesis.
3.1.3
Aksiologi Ilmu
Aksiologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut
juga teori nilai, karena ia daat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha
menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental yakni, bagaimana manusia harus
hidup dan bertindak. Teori nilai ini kemudian melahirkan etika dan estetika,
dengan kata lain aksiologi adalah ilmu yang menyoroti masalah nilai dan
kegunaan ilmu pengetahuan itu.
Landasan aksiologi adalah berhubungan
dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, dengan
kata lain apa yang dapat disumbangkan ilmu terhaap pengembangan ilmu itu dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia. Ilmu pengetahuan itu hanya alat, dan bukan
tujuan. Substansi ilmu itu bebas nilai bergantung pada pemakaiannya. Tujuan
dasarnya adalah menemukan kebenaran atas fakta yang ada atau sedapat mungkin
ada kepastian kebenaran ilmiah.
3.2 Relevansi Landasan
Penelaahan Ilmu Pengetahuan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
3.2.1
Relevansi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dengan Ilmu Politik
Relevansi ilmu politik
dengan ketiganya adalah sama sama mempelajari tentang hakikat manusi adalam
masyarakat politik. Ilmu politik relevansi dengan ontologi karena onthologi
mempelajari sesuatu yang berada, misalnya ilmu politik mempelajari tentang
semua teori politik pada masa yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Dalam
ontologi membahas segala sesuatu juga ada berdasarkan beberapa aliran, ada yang
mengemukakan bahwa segalanya berasal dari satu sumber.
Mempelajari ilmu politik
diperlukan suatu ilmu pengetahuan informasi penalaran, maka disinilah peran
epistemologi. Pengetahuan diperoleh dari pengamatan. Didalam pengamatan indrawi
tidak dapat ditetapkan apa yang subektif, dan apa yang objektif. Dikatakan
bahwa sifat pengamatan adalah konkret sepertihalnya ilmu politik yang
mempelajari sesuatu yang kongkret. Artinya isi yang diamati adalah sesuatu yang
benar benar dapat diamati dan terjadi dalam kehidupan manusia.
Dasar
aksiologi ilmu politik. Kemanfaatan teori politik tidak hanya perlu sebagai
ilmu yang otonom, tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik
baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh
karena itu nilai ilmu politik tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu
seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk
menelaah dasar dasar kemungkinan bertindak dalam praktik melalui kontrol,
terhadap pengaruh yang negativ dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam
politik. Dengan demikian ilmu tersebut tidak bebas nilai mengingat hanya
terdapat batas yang sangat tipis, namun harus diakui bahwa ilmu politik belum
jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakaan ilmu sosial dan ilmu
perilaku, khususnya di Indonesia. Implikasinya ialah bahwa, ilmu politik lebih
dekat pada ilmu perilaku, kepada ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain,
bahwa didalam kesatuan ilmu ilmu terdapat unifikasi satu satunya metode ilmiah
( pearson, 1990)
3.2.2 Relevansi Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi dengan Anthropologi
Relevansi antropologi dengan ketiganya adalah sama - sama
mempelajari tentang manusia. Antropologi berelevansi dengan ontologi karena
ontologi mempelajari sesuatu yang berada, misal : kebudayaan manusia dulu dan
kebudayaan manusia sekarang.
Perhatikan ilustrasi ini. Jika seseorang melihat sesuatu
kemudian mengatakan sesuatu, maka dia telah mempunyai pengetahuan tentang
sesuatu dan pengatahuan adalah sesuatu yang tergambar di dalam pikiran kita.
Misal kita melihat manusia dan kita mengatakan itu manusia, berarti ia telah
mempunyai pengetahuan tentang manusia. Jika kita meneruskan bertanya lebih
lanjut mengenai pengetahuan manusia lebih rinci dan memberatkan pada suatu
titik topik bahasan maka bisa dikatakan memiliki pengetahuan tentang
topik itu. Seumpama ditekankan pada hubungan manusia berarti jawabannya ilmu
manusia tentang hubungan sosialnya atau antropologi sosial. Pengetahuan yang
sudah disusun lebih lanjut dan telah dibuktikan serta diakui kebenarannya
adalah ilmu, dalam hal ini ilmu tentang manusia sesuai contoh. Selanjutnya,
jika seseorang masih tetap menanyakan apa manusia itu atau apa hakikat manusia
itu maka jawabannya berupa suatu filsafat. Dari hal ini Bakker (1990) , dosen
Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada menggunakan istilah "antropologi
metafisik" untuk memberi nama kepada macam filsafat ini. Jawaban yang
dikemukan antara lain monisme, dualisme, triadisme, dan pluralisme. Disamping
itu ada juga pernyataan dari Aristoteles dan Cassirer (1944) . Menurut
Aristoteles, manusia adalah animal rationale dan manusia adalah zoon poolitikon
dan manusia adalah makhluk hylemorfik , terdiri dari atas materi dan bentuk
bentuk. Menurut Cassirer (1944) manusia adalam animal simbolikum, inilah
kelebihan manusia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya karena manusia
mengenali simbol dan makhluk lain hanya mengenal tanda dan tidak simbol.
Dari contoh diatas , filsafat adalah pendalaman lebih lanjut
dari ilmu. Disinilah batas akal manusia, dengan akalnya manusia tidak dapat
menjawab pertanyaan yang lebih dalam lagi mengenai manusia dalam artian hanya
mampu memberi jawaban dalam batas - batas tertentu. Hal ini sesuai pendapat
dari immanuel kant dalam kritik terhadap rasio yang murni yaitu manusia hanya
mampu mengenal fenomena belaka, sedang bagaimana nomena-nya ia tidak dapat
ditangkap oleh pengetahuan manusia.
Mempelajari Antropologi diperlukan suatu ilmu pengetahuan,
informasi, penalaran, maka disinilah peranan Epistomologi. Pengetahuan didapat
dari pengamatan. Dikatakan bahwa sifat pengamatan adalah konkret seperti halnya
Ilmu Politik dan Antropologi yang mempelajari sesuatu yang konkret artinya isi
yang diamati adalah sesuatu yang benar - benar dapat diamati dan terjadi dalam
kehidupan manusia.
3.3 Manfaat Landasan Penelaahan Ilmu bagi
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
dalam Kehidupan
dalam Kehidupan
Dengan landasan penelaahan
pengetahuan ( epistemologi, ontologi, dan aksologi ) manusia dimungkinkan dapat melihat kebenaran
tentang sesuatu diantara kebenaran yang lain. Hal ini membuat manusia mencoba
mengambil pilihan, diantara alternatif yang tersedia saat itu, sehingga manusia
mampu menghadapi masalah masalah yang berkembang dan belajar untuk menjadi
bijakana.
Disamping itu landasan penelaahan
pengetahuan ( epistemologi, ontologi, dan aksologi ) memberikan petunjuk dengan
metode pemikiran reflektif agar kita dapat menyerasikan antara logika, rasa,
rasio, pengalaman, dan agama untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih
sejahtera, bahagia, dan mulia.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Secara singkat uraian landasan ilmu
itu adalah sebagai berikut : (i)Landasan Ontologis adalah tentang objek yang
ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaahan yang
jelas karena diversifikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek
telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda.
(ii) Landasan Epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau
menelaah sehingga sama diperolehnya ilmu tersebut.
Ontologi, epistemologi, dan
aksiologi merupakan
beberapa contoh dari landasan ilmu pengetahuan. Terdapat relevansi jika kita
menghubungkan landasan penelaahan ilmu pengetahuan tersebut, diantaranya adalah
relevansi ontomologi dan aksiologi dengan ilmu politik
dan antropologi. Relevansi terhadap ilmu politik bukan hanya sebagai ilmu, melainkan juga sarana
mengembangkan pengaruh positif politik bagi orang yang mempelajarinya. Sedangkan relevansi
antropologi dengan ketiganya adalah sama - sama mempelajari tentang manusia.
Antropologi berelevansi dengan ontologi karena ontologi mempelajari sesuatu
yang berada, misal : kebudayaan manusia dulu dan kebudayaan manusia sekarang.
Dengan landasan penelaahan pengetahuan
( epistemologi, ontologi, dan aksologi ) manusia dimungkinkan dapar melihat
kebenaran tentang sesuatu diantara kebenaran yang lain. Hal ini mendorong
manusia untuk berpikir logis guna menjadi manusia yang lebih bijaksana untuk
pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih sejahtera, bahagia, dan mulia.
4.2 Saran
Makalah ini merupakan pembelajaran
mengenai landasan penelaahan ilmu pengetahuan secara sederhana sehingga perlu
diadakan penelitian lanjutan dengan
metode-metode yang lebih baik dan modern.
DAFTAR PUSTAKA
Berten, K. 2006. “Sejarah Filsafat Yunani”. Yogyakarta: Kanisius.
Bakhtiar, Amsal. 2004. “Filsafat Ilmu”. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Surajiyo. 2008. “Filsafat
Ilmu”. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar