Pages

Kamis, 30 Maret 2017

Makalah : LANDASAN PENELAAHAN ILMU PENGETAHUAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu pokok yang fundamental dan senantiasa aktual dalam kehidupan merupakan upaya mempertanyakan dan membahas tentang kebenaran. Kebenaran dapat dikatakan sebagai bahan kajian yang tak pernah tuntas untuk diangkat ke ranah akal sekaligus batin manusia. Kebenaran dapat diartikan sebagai keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya.
Dalam perkembangan sejarah manusia, ilmu pengetahuan merupakan dasar dari pemikiran dan peradaban manusia hingga kini. Berbagai pemikiran merupakan dasar kehidupan manusia, bahkan telah menjadi ciri khas dalam kehidupan manusia dan menjadi pendorong perkembangan zaman modern. Pemikiran filosofis senantiasa perkembang dan menjadi cikal bakal pemikiran dan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan lain. Filsafat melakukan dua macam hal dalam satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta. Selain itu, filsafat juga menyentuh tataran praktis, terutama berkaitan dengan moral. Hal tersebut merupakan implikasi dari pemikiran logis dari pemikiran manusia sendiri yang tidak lain untuk mencari “kebenaran”.
Kebenaran dapat dipahami berdasarkan tiga hal, yakni kualitas pengetahuan, sifat/karakteristik bagaimana cara manusia membangun ilmu pengetahuan, dan nilai kebenaran pengetahuan atas suatu hal. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat membahas tentang apa yang bisa dikategorikan dalam ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetauan modern, realitas hanya dibatasi oleh hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif.
Penelaahan ilmu didasari oleh tiga cabang filsafat, yakni Antologi, Epistomologi, dan Aksiologi. Dari pembahasan mengenai ilmu filsafat maka akan diketahuai landasan penelaahan ilmu pengetahuan yang akan dibahas dalam makalah ini.



1.2 Rumusan Masalah
     Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa saja landasan penelaahan ilmu pengetahuan?
1.2.2 Bagaimana relevansi landasan penelaahan ilmu pengetahuan dengan
 berbagai disiplin ilmu?
1.2.3 Apa saja manfaat landasan penelaahan ilmu bagi kemajuan ilmu
          pengetahuan dalam kehidupan?

1.3 Tujuan Penelitian
     Dari rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja landasan penelaahan ilmu pengetahuan.
1.3.2 Untuk mengetahui relevansi landasan penelaahan ilmu pengetahuan dengan berbagai disiplin ilmu.
1.3.3 Untuk mengetahui manfaat landasan penelaahan ilmu bagi kemajuan
          ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Filsafat
Arti kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berarti “cinta akan hikmat” atau “cinta akan pengetahuan”. Seorang filsuf adalah seorang pencinta, pencari ( philos ) hikmat atau pengetahuan (sophia). Kata Filosophos diciptakan untuk menekankan sesuatu. Pemikir pemikir Yunani Phytagoras (586 – 496 SM) dan Plato ( 428 – 348) mengejek para sofis (sophister) yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban untuk semua pertanyaan. Kata Phytagoras : hanya Tuhan mempunyai hikmat yang sungguh – sungguh. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia ini, yaitu”mencari hikmat”, “mencintai pengetahuan”.

2.2 Asal Filsafat
Tiga hal yang mendorong manusia berfilsafat, yaitu : keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.
a.       Keheranan
Banyak filsuf menunjuk rasa heran (Yunani : thaumasia) sebagai asal dari filsafat. Seperti plato yang mengatakan : “Mata kita memberi pengamatan bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini mendorong untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini bersifat filsafat.” Juga stertulis di kuburan Immanuel .”ceoelum stellatum supra me, lex moralis intra me,” yang artinya adalah kedua gejala yang paling mengherankan menurut kant adalah bintang yang ada diatas dan hukum moral dalam hatinya.
b.      Kesangsian
Augustinus dan decartes, menunjukkan bahwa kesangsian sebagai sumber utama pemikiran. Manusia heran, tapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia  tidak ditipu oleh pancainderana kalau ia heran? Apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat? Dimana dapat ditentukan kepastian, karena dunia ini penuh dengan macam-macam pendapat, keyakinan, dan interpretasi? Sikap ini, sikap skeptis, sangat berguna untuk menemukan suatu titik pangkal yang tidak teragukan lagi. Titik pangkal ini dapat berfungsi sebagai dasar untuk semua pengetahuan lebih lanjut.
c.       Kesadaran akan keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat ketika ia menyadari betaa kecil dan lemah dirinya bila dibandingkan dengan alam semesta. Semakin manusia terpukau oleh ketakterhinggaan sekelilingnya, semakin ia heran akan eksistensinya. Dan kalau dunia saya dan hidup saya kelihatan tidak berarti dalam keadaan-keadaan tertentu.
Keheranan, keasingan, dan kesadaran akan keterbatasan mendorong manusia berpikir. Akan tetapi, pemikiran ini segera menjadi “metodis”. Manusia berkecenderungan untuk menggunakan suatu jalan tertentu untuk berpikir, yaitu dari hal-hal yang lebih konkret ke prinsip-prinsip induk yang abstrak. Menurt Aristoteles, pemikiran kita melewati tiga jenis abstraksi. Setiap jenis abstraksi menghasilkan salah satu jenis pengetahuan, yaiut pengetahuan fisis, pengetauan matematis, dan pengetahuan teologis. Semua jenis pegetahuan ini, menurut Aristoteles, masih termasuk filsafat karena belum dibedakan antara teologi, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Ketiga jenis abstraksi sebagaimana dibedakan oleh Aristoteles masih tetap berguna untuk menerangkan hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
Tahap pertama: fisika. Kita mulai berpikir kalau kita mengamati sesuatu. Keheranan, kesangsian, dan kesadaran atas keterbatasan baru dapat timbu kalau sesuatu diamati lebih dahulu.
Tahap kedua : matesis. Kita masih dapat melepaskan,” mengabstrahir” lebih banak lagi. Kita dapat melepaskan materi yang kelihatan dari semua perubahan. Itu terjadi  akal budi melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimengerti ( hylee noete)
Tahap ketiga : teologoi atau “filsafat pertama”. Akhirnya kita juga dapat mengabstrahir dari semua materi, baik materi yang dapat diamati, maupun materi yang dapat diketahui. Kalau kta berpikir tentang keseluruhan kenyataan, tentang kenyataan yang paling luhur, tentang Tuhan, maka lalu tidak hanya bidang fisika melainkan juga bidang Matesis yang ditinggalkan.
Pengetahuan dari jenis ketiga ini dalam tradisi setelah aristoteles disebut metafisika, bidang yang datang setelah fisika.

2.3 Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang disusun seara sistematis, objektif, rasional, dan empiris sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode tertentu.

2.4 Objek dan Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan
        Seperti halnya dengan filsafat, ilmu pengetahuan juga memiliki objek penelitian tetapi objek yang diteliti dalam ilu pengetahuan lebih bersifat khusus tentang alam dan manusia yang empiris dalam pengalaman sehari-hari..                      











BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Landasan Penelaahan Ilmu Pengetahuan
Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut : (i)Landasan Ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaahan yang jelas karena diversifikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda. (ii) Landasan Epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga sama diperolehnya ilmu tersebut. Metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi--deduksi--verifikasi. (iii) Landasan Aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam angka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia yang lebih baik.
3.1.1        Ontologi Ilmu
Ontologi terdiri dari dua suku kata yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan Logos berarti ilmu. Jadi, ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada pada ilmu. Objek ilmu atau keilmuan adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau oleh panca indra. Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi dengan kata lain ontologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang berwujud dengan berdasarkan pada penalatran logis. Ontologi sebagia cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat benda bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas benda itu? Apakah sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak? “ ”apakah kedudukan ilmu dalam ruang yang ada ini?” “benarkah ilmu itu ada ?” “ apakah konsep ilmu sebagai kajian tentang kausalitas itu bermakna di tengah ruang yang ada, yang hiasannya tidak terbatas itu ?”
Dari teori hakikat ini kemudian muncul beberapa aliran dalam filsafat antara lain : (i) filsafat materialisme, (ii) filsafat idealisme (iii) ilmu moonisme, (iv) filsafat dualisme, (v) filsafat skeptisisme, dan (vi) filsafat aknotisisme. Suriasumantri (2003) menyatakan bahwa pokok permasalahn yang menjadi objek kajian filsafat mencakup tiga segi yakni : a. Logika (benar salah), b. Etika (baik buruk), dan c. Estetika (indah jelek).
3.1.2        Epistomologi Ilmu
Epistomologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi, epistomologi adalah imu yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan, dan sumber pengetahuan dengan kata lain epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas atau menyoroti tentang tatacara tehnik atau prosedur mendapatka ilmu dan keilmuan dengan metode non-ilmiah, ilmiah, maupun problem-solving. Pengetahuan yang diperoleh dari metode non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan, trial and error, akal sehat, dan pengalaman biasa. Metode ilmiah dengan cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan induktif dan deduktif. Sendangkan metode problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, mengorganisasikan dan menganalisis data, menyimpulkan, dan melakukan verifikasi, yakni pengujian hipotesis.
3.1.3        Aksiologi Ilmu
Aksiologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai, karena ia daat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental yakni, bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Teori nilai ini kemudian melahirkan etika dan estetika, dengan kata lain aksiologi adalah ilmu yang menyoroti masalah nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan itu.
Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, dengan kata lain apa yang dapat disumbangkan ilmu terhaap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Ilmu pengetahuan itu hanya alat, dan bukan tujuan. Substansi ilmu itu bebas nilai bergantung pada pemakaiannya. Tujuan dasarnya adalah menemukan kebenaran atas fakta yang ada atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah.

3.2  Relevansi Landasan Penelaahan Ilmu Pengetahuan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
3.2.1        Relevansi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dengan Ilmu Politik
Relevansi ilmu politik dengan ketiganya adalah sama sama mempelajari tentang hakikat manusi adalam masyarakat politik. Ilmu politik relevansi dengan ontologi karena onthologi mempelajari sesuatu yang berada, misalnya ilmu politik mempelajari tentang semua teori politik pada masa yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Dalam ontologi membahas segala sesuatu juga ada berdasarkan beberapa aliran, ada yang mengemukakan bahwa segalanya berasal dari satu sumber.
Mempelajari ilmu politik diperlukan suatu ilmu pengetahuan informasi penalaran, maka disinilah peran epistemologi. Pengetahuan diperoleh dari pengamatan. Didalam pengamatan indrawi tidak dapat ditetapkan apa yang subektif, dan apa yang objektif. Dikatakan bahwa sifat pengamatan adalah konkret sepertihalnya ilmu politik yang mempelajari sesuatu yang kongkret. Artinya isi yang diamati adalah sesuatu yang benar benar dapat diamati dan terjadi dalam kehidupan manusia.
Dasar aksiologi ilmu politik. Kemanfaatan teori politik tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom, tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu politik tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar dasar kemungkinan bertindak dalam praktik melalui kontrol, terhadap pengaruh yang negativ dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam politik. Dengan demikian ilmu tersebut tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis, namun harus diakui bahwa ilmu politik belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakaan ilmu sosial dan ilmu perilaku, khususnya di Indonesia. Implikasinya ialah bahwa, ilmu politik lebih dekat pada ilmu perilaku, kepada ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain, bahwa didalam kesatuan ilmu ilmu terdapat unifikasi satu satunya metode ilmiah ( pearson, 1990)
3.2.2   Relevansi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dengan Anthropologi
Relevansi antropologi dengan ketiganya adalah sama - sama mempelajari tentang manusia. Antropologi berelevansi dengan ontologi karena ontologi mempelajari sesuatu yang berada, misal : kebudayaan manusia dulu dan kebudayaan manusia sekarang.
Perhatikan ilustrasi ini. Jika seseorang melihat sesuatu kemudian mengatakan sesuatu, maka dia telah mempunyai pengetahuan tentang sesuatu dan pengatahuan adalah sesuatu yang tergambar di dalam pikiran kita. Misal kita melihat manusia dan kita mengatakan itu manusia, berarti ia telah mempunyai pengetahuan tentang manusia. Jika kita meneruskan bertanya lebih lanjut mengenai pengetahuan manusia lebih rinci dan memberatkan pada suatu titik topik bahasan maka bisa  dikatakan memiliki pengetahuan tentang topik itu. Seumpama ditekankan pada hubungan manusia berarti jawabannya ilmu manusia tentang hubungan sosialnya atau antropologi sosial. Pengetahuan yang sudah disusun lebih lanjut dan telah dibuktikan serta diakui kebenarannya adalah ilmu, dalam hal ini ilmu tentang manusia sesuai contoh. Selanjutnya, jika seseorang masih tetap menanyakan apa manusia itu atau apa hakikat manusia itu maka jawabannya berupa suatu filsafat. Dari hal ini Bakker (1990) , dosen Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada menggunakan istilah "antropologi metafisik" untuk memberi nama kepada macam filsafat ini. Jawaban yang dikemukan antara lain monisme, dualisme, triadisme, dan pluralisme. Disamping itu ada juga pernyataan dari Aristoteles dan Cassirer (1944) . Menurut Aristoteles, manusia adalah animal rationale dan manusia adalah zoon poolitikon dan manusia adalah makhluk hylemorfik , terdiri dari atas materi dan bentuk bentuk. Menurut Cassirer (1944) manusia adalam animal simbolikum, inilah kelebihan manusia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya karena manusia mengenali simbol dan makhluk lain hanya mengenal tanda dan tidak simbol.
Dari contoh diatas , filsafat adalah pendalaman lebih lanjut dari ilmu. Disinilah batas akal manusia, dengan akalnya manusia tidak dapat menjawab pertanyaan yang lebih dalam lagi mengenai manusia dalam artian hanya mampu memberi jawaban dalam batas - batas tertentu. Hal ini sesuai pendapat dari immanuel kant dalam kritik terhadap rasio yang murni yaitu manusia hanya mampu mengenal fenomena belaka, sedang bagaimana nomena-nya ia tidak dapat ditangkap oleh pengetahuan  manusia.
Mempelajari Antropologi diperlukan suatu ilmu pengetahuan, informasi, penalaran, maka disinilah peranan Epistomologi. Pengetahuan didapat dari pengamatan. Dikatakan bahwa sifat pengamatan adalah konkret seperti halnya Ilmu Politik dan Antropologi yang mempelajari sesuatu yang konkret artinya isi yang diamati adalah sesuatu yang benar - benar dapat diamati dan terjadi dalam kehidupan manusia.

3.3  Manfaat Landasan Penelaahan Ilmu bagi Kemajuan Ilmu Pengetahuan
       dalam Kehidupan
Dengan landasan penelaahan pengetahuan ( epistemologi, ontologi, dan aksologi ) manusia dimungkinkan dapat melihat kebenaran tentang sesuatu diantara kebenaran yang lain. Hal ini membuat manusia mencoba mengambil pilihan, diantara alternatif yang tersedia saat itu, sehingga manusia mampu menghadapi masalah masalah yang berkembang dan belajar untuk menjadi bijakana.
Disamping itu landasan penelaahan pengetahuan ( epistemologi, ontologi, dan aksologi ) memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif agar kita dapat menyerasikan antara logika, rasa, rasio, pengalaman, dan agama untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih sejahtera, bahagia, dan mulia.





BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut : (i)Landasan Ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaahan yang jelas karena diversifikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda. (ii) Landasan Epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga sama diperolehnya ilmu tersebut.
Ontologi, epistemologi, dan aksiologi merupakan beberapa contoh dari landasan ilmu pengetahuan. Terdapat relevansi jika kita menghubungkan landasan penelaahan ilmu pengetahuan tersebut, diantaranya adalah relevansi ontomologi dan aksiologi dengan ilmu politik dan antropologi. Relevansi terhadap ilmu politik bukan hanya sebagai ilmu, melainkan juga sarana mengembangkan pengaruh positif politik bagi orang yang mempelajarinya. Sedangkan relevansi antropologi dengan ketiganya adalah sama - sama mempelajari tentang manusia. Antropologi berelevansi dengan ontologi karena ontologi mempelajari sesuatu yang berada, misal : kebudayaan manusia dulu dan kebudayaan manusia sekarang.
Dengan landasan penelaahan pengetahuan ( epistemologi, ontologi, dan aksologi ) manusia dimungkinkan dapar melihat kebenaran tentang sesuatu diantara kebenaran yang lain. Hal ini mendorong manusia untuk berpikir logis guna menjadi manusia yang lebih bijaksana untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih sejahtera, bahagia, dan mulia.

4.2 Saran
Makalah ini merupakan pembelajaran mengenai landasan penelaahan ilmu pengetahuan secara sederhana sehingga perlu diadakan penelitian  lanjutan dengan metode-metode yang lebih baik dan modern. 


DAFTAR PUSTAKA

Berten, K.  2006.  Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Bakhtiar, Amsal.  2004.  Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Surajiyo.  2008.  Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar