Pages

Minggu, 01 Oktober 2017

ANALISA SEKTOR INDUSTRI ELEKTRONIKA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perkembangan industri elektronik di Indonesia terus mengalami perkembangan. Menurut riset Growth from Knowledge (2010), pasar elektronik di Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp 152,4 triliun, naik 10% dibanding 2013 sebesar Rp 138,6 triliun. Hal ini juga didukung dari riset yang dijalankan Tim duniaindustri.com.
Melihat hal tersebut maka dapat dipastikan kegiatan operasional pada perusahaan - perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan alat elektronik pastinya akan meningkat. Melihat dari pertumbuhan itu, dapat dipastikan permintaan akan produk yang berkaitan dengan elektronik pastinya sangat tinggi. Produk eletronik sendiri terdiri dari beberapa macam. Seperti Pendingin Udara, Mesin Cuci, Home Entertainment, Telfon Seluler, Perangkat Rumah Tangga, dan Refigerator.
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan industri elektronik, maka perusahaan dituntut untuk memiliki manajemen operasional yang baik agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Dengan adanya sistem manajemen operasional baik, membuat suatu perusahaan mampu untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dengan optimal agar dapat menghasilkan kualitas maupun kuantitas sesuai dengan harapan masyarakat. Manajemen operasi penting untuk dipelajari, karena manajemen operasi merupakan salah satu dari tiga fungsi utama bagi setiap organisasi, selalu ada fungsi operasi dalam semua bidang usaha dan memiliki hubungan yang erat dengan fungsi-fungsi bisnis lainnya, misalnya bagian pemasaran menyediakan informasi  mengenai keinginan konsumen, bagian keuangan menyediakan informasi tentang budget perusahaan, dan manajemen operasi harus mengkomunikasikan kebutuhaan dan kemampuannya kepada fungsi bisnis lainnya. Apabila manajemen operasi tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan beberapa masalah baik yang dapat mengganggu proses produksi, maupun kerugian dari segi biaya karena tidak efisiennya biaya produksi.


1.2  Rumusan Masalah
            Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana gambaran umum industrialisasi?
  2. Bagaimana kondisi industrialisasi perekonomian indonesia?
  3. Bagaimana gambaran umum perkembangan industri elektronik di Indonesia?

1.3  Tujuan Penelitian
            Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Memaparkan gambaran umum industrialisasi;
  2. Memaparkan dan menganalisis kondisi industrialisasi perekonomian indonesia;
  3. Memaparkan gambaran umum perkembangan industri elektronik di Indonesia.

1.4  Manfaat Penelitian
            Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagi masyarakat: Meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan industri elektronik pada umumnya.
  2. Bagi penulis selanjutnya: Sebagai sumber tinjauan literatur dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah berikutnya.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Industri
Berdasarkan etimologi, kata “industri” berasal dari bahasa Inggris “industry” yang berasal dari bahasa Prancis Kuno “industrie” yang berarti “aktivitas atau kerajinan”. Namun kini dengan perkembangan tata bahasa dan ilmu pengetahuan maka industri dapat didefinisikan secara spesifik lagi.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.  (Pasal 1 ayat 2).
Menurut G. Kartasapoetra (1987), industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang yang nilainya lebih tinggi.
Industri mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas , industri mencakup semua usaha dan kegiatan dibidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industri atau industri pengolahan adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai dua pengertian. Pertama, industri merupakan himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, contoh industri kertas berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil kertas. Kedua, industri adalah sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi (Dumairy,1996).



2.1.1 Faktor yang berpengaruh di industri
Ada beberapa faktor yang mendukung berjalannya industri, faktor - faktor ini yang memiliki pengaruh besar dalam keberlangsungan dan kesuksesan industri. Faktor utama yang berpengaruh dalam suatu industri adalah
1.      Modal investasi awal
2.      Perkembangan industri
3.      Ketersediaan SDM
4.      Teknologi sumber daya alam
5.      Sektor-sektor pendukung.

2.2  Industrialisasi
Menurut Boediono (1990), industrialisasi adalah proses percepatan pertumbuhan produksi barang industri yang dilaksanakan didalam negeri, yang diimbangi dengan pertumbuhan yang serupa di bidang permintaannya (yang berasal dari dalam negeri sendiri maupun luar negeri). Industrialisasi akan terhambat apabila aspek produksinya atau aspek permintaanya atau keduannya terhambat pertumbuhannya.
Ketika suatu negara telah mencapai tahapan dimana sektor industri sebagai leading sector maka dapat dikatakan negara tersebut sudah mengalami industrialisasi (Dumairy, 1996). Industrialisasi dapat dilihat melalui sebuah proses transformasi struktural perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu, proses industrialisasi dapat didefinisikan sebagai proses prubahan struktur ekonomi dimana terdapat kenaikan kontribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, produk domestik bruto, ekspor dan kesempatan kerja (Chenery, 1986).

2.2.1  Strategi Industrialisasi
Dalam melaksanakan industrialisasi, ada dua pilihan strategi, yaitu strategi subsitusi impor (SI) atau strategi promosi ekspor (PE). Strategi SI lebih menekankan pada pengembangan industri yang berorientasi kepada pasar domestik. SI adalah industri domestik yang membuat barang-barang menggantikan impor, sedangkan strategi PE lebih berorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri.
Strategi SI dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri di dalam negeri yang memproduksi barang-barang pengganti impor. Strategi PE dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor.
Beberapa dasar pertimbangan di dalam memilih pengunaan strategi adalah:
1.      Sumber daya alam dan faktor produksi cukup tersedia di dalam negeri.
2.      Potensi permintaan di dalam negeri yang memadai.
3.      Mendorong perkembangan sektor industri manufaktur di dalam negeri.
4.      Meningkatkan kesempatan kerja.
5.      Mengurangi ketergantungan terhadap impor, yang juga berarti mengurangi defisit saldo neraca perdagangan dan menghemat cadangan devisa.

2.3 Sejarah Industrialisasi di Indonesia
Konsep industrialisasi berawal dari revolusi industri pertama pada pertengahan abad 18 di Inggris dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari faktor produksi yang digunakan. setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin upa yang mendorong inovasi dan penemuan kapas yang menciptakan spesialisasi dala produksi dan peningkatan produktivitas dari factor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi baja, kereta api dan kapal tenaga uap.
Akhir abad 18 dan awal abad 19 dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi membantu laju industrialisasi. Setelah perang dunia II muncul berbagai teknologi baru seperti produksi masal dengan menggunakan assembly line, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan barang sintetis dan revolusi teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer dan penggunaan robot.
Menurut Daroni (2012) ada beberapa tahap industeialisasi yan dialami oleh Indonesia:
  1. Industrialisasi Era 1990 an
Perusahaan manufaktur “modern” pertama yang dibuka, setidaknya dalam pengertian dikelola dalam skala besar, adalah industri pertahanan dan galangan kapal yang dikelola oleh Dutch India Company, VOC, dan pemerintah kolonial. Namun, teknologi yang digunakan masih berada pada tahap praindustri dan tergantung hamper seluruhnya pada pengerjaan kayu dengan alat-alat tangan. Pekerjaan yang menyangkut logam, dipusatkan pada Gudang Senjata dan percetakan uang pada 1808 di Surabaya.
2.  Industrialisasi Masa Orde Lama
Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri.
3.    Industrialisasi Masa Orde Baru
Sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
4.      REPALITA II (1974-1979)
Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
5.  REPALITA III (1979-1984)
Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
6.  REPALITA IV (1984-1989)
Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.
7.  Industrialisasi Masa Reformasi
Sektor ekonomi dapat dikelompokkan atas dua kategori yaitu sektor riil dan sektor non-riil. Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan, dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawan internasional. Sektor non-riil adalah sektor lainnya seperti: listrik, bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan, sosial, perorangan).

2.4 Supply Chain Management
The Global Supply Chain Forum mendefinisikan supply chain management (SCM) sebagai integrasi proses-proses bisnis dari pengguna akhir sampai pemasok-pemasok awal untuk menyediakan produk, jasa, dan informasi yang memberikan nilai tambah bagi para pelanggan dan pihak-pihak terkait lainnya (Croxton et al., 2001).
Nilai tambah bagi para pelanggan berkaitan dengan permintaan yang terutama berkaitan dengan kebutuhan produk dengan jenis yang tepat, kuantitas yang tepat, tempat yang tepat, waktu yang tepat, kualitas yang tepat, dan biaya yang tepat.
2.4.1 Ketidakpastian dalam Rantai Pasok
SCM bertujuan untuk memenuhi permintaan pelanggan tersebut dengan melibatkan para pelaku dan pihak-pihak terkait dalam rantai pasok itu. Pada suatu rantai pasok terdapat ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dari aspek permintaan (demand) maupun aspek pasokan (supply).

2.4.2 Ketidakpastian Permintaan
                        
1.    Variasi produk  Variasi produk yang dibutuhkan atau diminta oleh pelanggan sangat beragam. Variasi ini antara lain dalam merk, ukuran, dan lain-lain.
2.    Variasi kuantitas produk Para pelanggan membutuhkan produk dalam kuantitas yang beragam. Untuk suatu produk tertentu, misalnya, seorang pelanggan membutuhkan produk dalam jumlah sedikit (dalam satuan unit), sedangkan pelanggan yang lain.
3.    Perbedaan ukuran lot Ukuran lot suatu produk yang dibutuhkan pelanggan berbedabeda. Sebagai contoh, untuk suatu produk tertentu, pelanggan membutuhkan produk dalam kemasan yang berisi 12 unit, sedangkan pada waktu yang lain atau pelanggan lain membutuhkan produk tersebut dalam kemasan yang berisi 24 unit. Perbedaan ukuran lot ini akan mempengaruhi ketidakpastian dalam rantai pasok. Perbedaan ukuran lot yang semakin banyak akan meningkatkan ketidakpastian dalam rantai pasok.
4.    Waktu tanggap Waktu tanggap permintaan bisa sangat bervariasi. Untuk produk farmasi, misalnya, waktu tanggap permintaan dari apotek atau rumah sakit bisa sangat longgar. Namun, waktu tanggap permintaan produk farmasi untuk kondisi darurat (misalnya untuk keperluan operasi) bisa sangat sempit. Apabila waktu tanggap yang dibutuhkan sempit maka akan mengakibatkan ketidakpastian yang tinggi dalam rantai pasok.
5.    Tingkat pelayanan Tingkat pelayanan bervariasi tergantung karakteristik pelanggan dan tingkat kebutuhannya saat itu. Pengiriman suatu suku cadang (sparepart) untuk kondisi darurat di area pengeboran minyak, misalnya, harus dilakukan sesegera mungkin. Namun, pengiriman suku cadang yang sama untuk keperluan cadangan perawatan (maintenance), dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama. Permintaan tingkat pelayanan yang tinggi akan meningkatkan ketidakpastian dalam rantai pasok.
6.    Kepekaan terhadap harga produk Harga produk yang bisa diterima oleh pelanggan bisa berbeda-beda. Untuk suatu kondisi tertentu, harga produk tidak sensitif bagi pelanggan. Namun, pada kondisi yang lain, harga produk akan menjadi sensitif. Bagi sebagian besar pelanggan, hargaharga produk di supermarket, misalnya, cukup sensitif. Sebagian besar pelanggan membeli produk-produk di supermarket dalam jumlah cukup besar sebagai belanja bulanan untuk keperluan seharhari. Namun, harga-harga produk yang sama di convenience stores bukan menjadi hal yang sensitif. Para pelanggan hanya sewaktu-waktu saja membeli produk di sana terutama karena lokasinya dan dalam jumlah sedikit. Harga produk yang peka (sensitif) mengakibatkan ketidakpastian rantai pasok menjadi tinggi.

            2.4.3 Ketidakpastian Pasokan
                       
1.      Kualitas produk Kualitas produk yang dihasilkan bisa berbeda atau berubah tergantung beberapa faktor. Berkaitan dengan siklus hidup produk (product life cycle), misalnya, kualitas produk pada masa pengenalan (introduction) biasanya lebih rendah dibandingkan masamasa berikutnya. Kualitas produk ini juga bisa berubah karena kualitas bahan baku, kondisi mesin produksi, kecakapan operator, dan lainlain. Apabila kualitas produk rendah maka ketidakpastian rantai pasok menjadi tinggi.
2.      Tingkat inovasi produk Tingkat inovasi produk ditunjukkan dari frekuensi perubahan pada produk tersebut. Tingkat inovasi produk yang tinggi dapat dilihat pada produk telepon genggam (HP). Sebaliknya, tingkat inovasi produk yang rendah dapat dilihat pada bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti beras, gula, minyak goreng, dan sebagainya. Apabila tingkat inovasi produk tinggi maka ketidakpastian rantai pasok akan meningkat.
3.      Keterbatasan kapasitas produksi Kapasitas produksi menunjukkan jumlah produk yang bisa dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu. Kapasitas produksi mempunyai batasan-batasan tertentu, misalnya terkait dengan kapasitas mesin-mesin produksi yang digunakan, ketersediaan operator, dan sebagainya. Keterbatasan kapasitas produksi mengakibatkan ketidakpastian yang tinggi dalam rantai pasok.
4.      Fleksibilitas kapasitas produksi Perusahaan bisa melakukan perubahan tingkat produksi, yaitu jumlah produk yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Namun demikian, perubahan ini tidak selalu bisa dilakukan dengan mudah karena terdapat keterbatasan fleksibilitas kapasitas produksi itu. Fleksibilitas kapasitas produksi yang rendah akan meningkatkan ketidakpastian rantai pasok.
5.      Gangguan pada fasilitas produksi Fasilitas produksi bisa mengalami gangguan yang mengakibatkan proses produksi terhenti sekian waktu. Gangguan tersebut misalnya aliran listrik terputus, kerusakan mesin, dan lain-lain. Frekuensi gangguan yang tinggi akan meningkatkan ketidakpastian dalam rantai pasok.
            2.4.4 Penerapan SCM
                       
Ketidakpastian permintaan bervariasi dari tingkat ketidakpastian yang rendah sampai yang tinggi. Demikian pula pada ketidakpastian pasokan.Penerapan SCM diharapkan dapat mengantisipasi atau mengelola ketidakpastian tersebut.
Pengelolaan bisa dilakukan dari sisi pasokan maupun permintaan, walaupun pada praktiknya lebih banyak dari sisi pasokan. Penerapan SCM ini dilakukan dengan memilih dan menggunakan strategi yang tepat.
           



BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Perkembangan Industri Elektronika di Indonesia
Perkembangan industri elektronika di Indonesia erat dengan perkembangan perekonomian Indonesia pada umumnya.
Industri elektronika merupakan salah satu sektor prioritas. Pasalnya, pertumbuhan industri ini tergolong tinggi. Untuk itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan industri elektronika di dalam negeri.
Data Kemenperin menyebutkan, nilai investasi pada industri elektronika dan telematika terus tumbuh dimana pada tahun 2015 mencapai USD 6,6 miliar atau naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD 5,9 miliar. Peningkatan tersebut berasal dari kontribusi besar produk elektronika konsumsi sebesar USD 2,4 miliar, disusul produk telematika USD 5,5 juta dan produk komponen sebesar USD 3,6 miliar.
Di sisi lain, industri elektronika dan telematika mampu menambah tenaga kerja sebanyak 499 orang pada tahun 2015 atau naik dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 488 orang.

3.2  Kondisi Pasar Elektronik di Indonesia
Kondisi pasar elektronik Indonesia pada 2016 mengaIami penurunan sebesar 2,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan ketidakpastian perekonomian, amnesti pajak, dan penurunan daya beli masyarakat.
Isu pajak barang mewah juga turut andil atas penurunan permintaan. Penurunan khususnya pada penjualan alat-alat rumah tangga di empat kategori, yaitu LCD TV, lemari es, mesin cuci, dan penyejuk udara.
Pasar elektronik terlihat terus melandai setelah pada kuartal I/2017 turun 10% karena daya beli masyarakat masih rendah. Tren penjualan produk elektronik pada 2017 tidak sebaik 3 sampai 4 tahun lalu. Industri elektronik mulai landai sejak 2 tahun terakhir.
  
3.3  Permasalaham Industri Elektronik di Indonesia
Permasalahan industri elektronik di Indonesia disebabkan oleh supply chain management yang kurang baik, akibatnya permintaan pelanggan tidak dapat terpenuhi.
Perusahaan elektronik Indonesia juga tidak siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang berlangsung mulai Januari 2016. Saat ini, pasar elektronik Indonesia dikuasai produk impor, termasuk yang berkualitas rendah. Memanfaatkan kemudahan impor, sebagian industriawan sudah beralih menjadi pedagang. Ini semua terjadi karena pemerintah tidak memiliki visi dan industri elektronik tidak mendapatkan dukungan yang memadai.
Ketidaksiapan industri elektronik Indonesia terlihat jelas pada serbuan produk elektronik impor yang terus meningkat, kontribusi ekspor elektronik Indonesia yang terus menurun, dan lambatnya pertumbuhan serbuan elektronik dari dalam negeri. Banyak produk hukum yang mengganjal pertumbuhan industri. Kebijakan fiskal cenderung mematikan industri elektronik.
Masalah itulah yang membuat struktur industri elektronik dan elektrik di dalam negeri masih lemah. Padahal, industri ke depan semakin menghadapi tantangan kenaikan biaya produksi ketika subsidi BBM dihapus sepenuhnya.
Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan peluang yang besar dari pelaksanaan MEA. Apalagi, RI memiliki pasar yang besar. Namun, hingga kini, pemerintah belum memiliki rancangan yang nyata. Pemerintah juga masih setengah hati dalam menarik investasi dan tidak mengetahui apa yang diinginkan.
Banyak kebijakan pemerintah justru keliru, seperti bea masuk (BM) atas impor barang yang lebih murah dibandingkan komponen. Akibatnya, barang-barang yang dijual di pasar domestik banyak produk impor. Pemerintah juga mengklaim mendorong pertumbuhan dan pengembangan industri manufaktur di dalam negeri melalui transfer teknologi, namun kenyataannya, tidak ada kebijakan-kebijakan insentif yang mendorong tumbuhnya industri dan transfer teknologi tersebut. Akibatnya, sebagian besar produk-produk di pasar domestik adalah hasil assembling (perakitan).
Indonesia belum memiliki industri dasar sebagai pemasok komponen industri perakitan elektronik. Faktor tersebut membuat industri perakitan elektronik di Tanah Air bergantung kepada pasokan komponen impor. Ketergantungan atas produk impor membuat industri elektronik Indonesia kurang kompetitif karena risiko rantai pasok dan kurs.
Salah satu kelompok industri elektronik yang bergantung kepada komponen dasar impor adalah alat elektronik pendingin seperti lemari es dan penyejuk ruangan. seluruh kompresor dan motor yang digunakan dalam produk lemari es dan AC adalah produksi industri luar negeri.
Berdasarkan ranking indeks daya saing di Asean, industri komponen elektronik RI hanya menang atas Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, dan Laos.
Mengutip data World Bank 2014, hanya Singapura dan Malaysia yang menikmati surplus neraca perdagangan elektronik, baik dengan negara-negara Asean yang lain maupun ke pasar dunia. Sementara itu, Indonesia bersama Thailand, Kamboja, dan Brunei Darussalam masih mengalami defisit.
Berdasarkan ranking International Trade Centre, Trade Map-International Trade Statistics 2013 Asean Electronics Exports by Country, Indonesia berada pada posisi 29 dengan rate pertumbuhan lima tahun sebesar 28,1%. Ini tertinggal jauh dibandingkan negara Asean lain, yakni Singapura yang menempati rangking global kelima, Malaysia pada urutan 10, Vietnam di posisi 12, Thailand pada ranking 14, dan Filipina pada posisi ke-20. Vietnam mencetak rate pertumbuhan lima tahun tertinggi, yakni 814,2%.





BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri, menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Faktor utama yang berpengaruh dalam suatu industri adalah modal investasi awal, perkembangan industri, ketersediaan SDM, teknologi sumber daya alam, dan sektor-sektor pendukung.
Permasalahan industri elektronik di Indonesia disebabkan oleh supply chain management yang kurang baik, akibatnya permintaan pelanggan tidak dapat terpenuhi. Perusahaan elektronik Indonesia juga tidak siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang berlangsung mulai Januari 2016. Masalah itulah yang membuat struktur industri elektronik dan elektrik di dalam negeri masih lemah. Hingga kini, pemerintah belum memiliki rancangan yang nyata. Pemerintah juga masih setengah hati dalam menarik investasi dan tidak mengetahui apa yang diinginkan.
Banyak kebijakan pemerintah justru keliru, seperti bea masuk (BM) atas impor barang yang lebih murah dibandingkan komponen. Akibatnya, barang-barang yang dijual di pasar domestik banyak produk impor. Pemerintah juga mengklaim mendorong pertumbuhan dan pengembangan industri manufaktur di dalam negeri melalui transfer teknologi, namun kenyataannya, tidak ada kebijakan-kebijakan insentif yang mendorong tumbuhnya industri dan transfer teknologi tersebut. Akibatnya, sebagian besar produk-produk di pasar domestik adalah hasil assembling (perakitan).

4.2  Saran
Pemerintah seharusnya menekan biaya-biaya tinggi yang dibebankan ke industri, sehingga bisa memacu pertumbuhan industri elektronik di dalam negeri. Selain itu, pemerintah seharusnya tidak lagi menganggap insentif fiskal sebagai berkurang atau hilangnya sebagian pendapatan negara. Sebab, dengan insentif fiskal bagi industri, justru akan mampu menghasilkan pendapatan yang lebih besar.



DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 1990. Ekonomi Internasional : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Chenery, et.al. 1986. Industrialization and Growth. Oxford University Press Diak

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia.  Jakarta: Erlangga

Daroni, Anis. 2012. Masa Industrialisasi di Indonesia (online) di https://anisadaroni.wordpress.com di akses pada 9 September 2017 pukul 21.40

IGKA Ulupui - Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 2007 - ojs.unud.ac.id.

K.L. Croxton, S. J. Garcia-Dastugue, D. M. Lambertand D. S. Rogers. 2001. The Supply Chain Management Process, The International Journal of Logistics Management. Vol. 12, No. 2.

Kartasapoetra, G. Kartasapoetra, A. Kartasapoetra R. 1987. Pembentukan Perusahaan Industri. Jakarta: Bima Aksara

Karakteristik dan Permasalahan Rantai Pasok (online) di, http://supplychainindonesia.com/ diakses pada 9 September 2017 pukul 18.39

Kementrian Perindustrian RI. 2016. Industri Elektronik Indonesia Belum Siap Hadapi MEA (online) di http://www.kemenperin.go.id/, diakses pada 9 September 2017 pukul 18.30


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian

1 komentar:

  1. Did you hear there's a 12 word sentence you can say to your partner... that will trigger deep emotions of love and instinctual attraction for you deep within his heart?

    That's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, adore and care for you with his entire heart...

    12 Words Who Fuel A Man's Desire Instinct

    This impulse is so built-in to a man's mind that it will make him try harder than ever before to build your relationship stronger.

    Matter of fact, fueling this powerful impulse is absolutely binding to achieving the best possible relationship with your man that once you send your man one of the "Secret Signals"...

    ...You will immediately find him expose his soul and mind for you in such a way he haven't experienced before and he'll perceive you as the only woman in the galaxy who has ever truly tempted him.

    BalasHapus