BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
industri elektronik di Indonesia terus mengalami perkembangan. Menurut riset
Growth from Knowledge (2010), pasar elektronik di Indonesia pada tahun 2014
diperkirakan mencapai Rp 152,4 triliun, naik 10% dibanding 2013 sebesar Rp
138,6 triliun. Hal ini juga didukung dari riset yang dijalankan Tim
duniaindustri.com.
Melihat
hal tersebut maka dapat dipastikan kegiatan operasional pada perusahaan -
perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan alat elektronik pastinya akan
meningkat. Melihat dari pertumbuhan itu, dapat dipastikan permintaan akan
produk yang berkaitan dengan elektronik pastinya sangat tinggi. Produk
eletronik sendiri terdiri dari beberapa macam. Seperti Pendingin Udara, Mesin
Cuci, Home Entertainment, Telfon Seluler, Perangkat Rumah Tangga, dan
Refigerator.
Dengan
semakin meningkatnya pertumbuhan industri elektronik, maka perusahaan dituntut
untuk memiliki manajemen operasional yang baik agar dapat bersaing dengan
perusahaan lain. Dengan adanya sistem manajemen operasional baik, membuat suatu
perusahaan mampu untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dengan optimal agar
dapat menghasilkan kualitas maupun kuantitas sesuai dengan harapan masyarakat.
Manajemen operasi penting untuk dipelajari, karena manajemen operasi merupakan
salah satu dari tiga fungsi utama bagi setiap organisasi, selalu ada fungsi
operasi dalam semua bidang usaha dan memiliki hubungan yang erat dengan
fungsi-fungsi bisnis lainnya, misalnya bagian pemasaran menyediakan
informasi mengenai keinginan konsumen,
bagian keuangan menyediakan informasi tentang budget perusahaan, dan manajemen
operasi harus mengkomunikasikan kebutuhaan dan kemampuannya kepada fungsi
bisnis lainnya. Apabila manajemen operasi tidak dikelola dengan baik, dapat
menyebabkan beberapa masalah baik yang dapat mengganggu proses produksi, maupun
kerugian dari segi biaya karena tidak efisiennya biaya produksi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
- Bagaimana gambaran umum
industrialisasi?
- Bagaimana kondisi industrialisasi
perekonomian indonesia?
- Bagaimana gambaran umum perkembangan
industri elektronik di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Memaparkan gambaran umum
industrialisasi;
- Memaparkan dan menganalisis kondisi
industrialisasi perekonomian indonesia;
- Memaparkan gambaran umum
perkembangan industri elektronik di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Bagi masyarakat: Meningkatkan
pengetahuan tentang perkembangan industri elektronik pada umumnya.
- Bagi penulis selanjutnya: Sebagai
sumber tinjauan literatur dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan karya
ilmiah berikutnya.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Industri
Berdasarkan etimologi, kata “industri”
berasal dari bahasa Inggris “industry” yang berasal dari bahasa Prancis Kuno
“industrie” yang berarti “aktivitas atau kerajinan”. Namun kini dengan
perkembangan tata bahasa dan ilmu pengetahuan maka industri dapat didefinisikan
secara spesifik lagi.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri. (Pasal 1 ayat 2).
Menurut G. Kartasapoetra (1987), industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan
setengah jadi menjadi barang yang nilainya lebih tinggi.
Industri mempunyai dua pengertian yaitu
pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara
luas , industri mencakup semua usaha dan kegiatan dibidang ekonomi yang
bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industri atau industri
pengolahan adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara
mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau
barang jadi.
Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai
dua pengertian. Pertama, industri merupakan himpunan perusahaan-perusahaan
sejenis, contoh industri kertas berarti himpunan perusahaan-perusahaan
penghasil kertas. Kedua, industri adalah sektor ekonomi yang didalamnya
terdapat kegiatan produktif yang mengolah barang mentah menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi (Dumairy,1996).
2.1.1
Faktor yang berpengaruh di industri
Ada beberapa faktor yang mendukung
berjalannya industri, faktor - faktor ini yang memiliki pengaruh besar dalam
keberlangsungan dan kesuksesan industri. Faktor utama yang berpengaruh dalam
suatu industri adalah
1. Modal investasi awal
2. Perkembangan industri
3. Ketersediaan SDM
4. Teknologi sumber daya alam
5. Sektor-sektor pendukung.
2.2 Industrialisasi
Menurut Boediono (1990), industrialisasi adalah proses
percepatan pertumbuhan produksi barang industri yang dilaksanakan didalam
negeri, yang diimbangi dengan pertumbuhan yang serupa di bidang permintaannya
(yang berasal dari dalam negeri sendiri maupun luar negeri). Industrialisasi
akan terhambat apabila aspek produksinya atau aspek permintaanya atau keduannya
terhambat pertumbuhannya.
Ketika suatu negara telah mencapai
tahapan dimana sektor industri sebagai leading sector maka dapat dikatakan
negara tersebut sudah mengalami industrialisasi (Dumairy, 1996).
Industrialisasi dapat dilihat melalui sebuah proses transformasi struktural
perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu, proses industrialisasi dapat
didefinisikan sebagai proses prubahan struktur ekonomi dimana terdapat kenaikan
kontribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, produk domestik bruto,
ekspor dan kesempatan kerja (Chenery, 1986).
2.2.1 Strategi Industrialisasi
Dalam melaksanakan industrialisasi, ada
dua pilihan strategi, yaitu strategi subsitusi impor (SI) atau strategi promosi
ekspor (PE). Strategi SI lebih menekankan pada pengembangan industri yang
berorientasi kepada pasar domestik. SI adalah industri domestik yang membuat
barang-barang menggantikan impor, sedangkan strategi PE lebih berorientasi ke
pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri.
Strategi SI dilandasi oleh pemikiran
bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan
industri di dalam negeri yang memproduksi barang-barang pengganti impor.
Strategi PE dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di dalam negeri dijual
di pasar ekspor.
Beberapa dasar pertimbangan di dalam
memilih pengunaan strategi adalah:
1.
Sumber daya alam dan faktor produksi
cukup tersedia di dalam negeri.
2.
Potensi permintaan di dalam negeri yang
memadai.
3.
Mendorong perkembangan sektor industri
manufaktur di dalam negeri.
4.
Meningkatkan kesempatan kerja.
5.
Mengurangi ketergantungan terhadap impor,
yang juga berarti mengurangi defisit saldo neraca perdagangan dan menghemat
cadangan devisa.
2.3 Sejarah
Industrialisasi di Indonesia
Konsep industrialisasi berawal dari
revolusi industri pertama pada pertengahan abad 18 di Inggris dengan penemuan
metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi
dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari faktor produksi yang
digunakan. setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan
mesin upa yang mendorong inovasi dan penemuan kapas yang menciptakan
spesialisasi dala produksi dan peningkatan produktivitas dari factor produksi
yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi
dan mesin uap yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi baja,
kereta api dan kapal tenaga uap.
Akhir abad 18 dan awal abad 19 dengan
berbagai perkembangan teknologi dan inovasi membantu laju industrialisasi.
Setelah perang dunia II muncul berbagai teknologi baru seperti produksi masal
dengan menggunakan assembly line,
tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan barang sintetis dan revolusi
teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer dan penggunaan robot.
Menurut Daroni (2012) ada beberapa tahap
industeialisasi yan dialami oleh Indonesia:
- Industrialisasi Era 1990 an
Perusahaan
manufaktur “modern” pertama yang dibuka, setidaknya dalam pengertian dikelola
dalam skala besar, adalah industri pertahanan dan galangan kapal yang dikelola
oleh Dutch India Company, VOC, dan
pemerintah kolonial. Namun, teknologi yang digunakan masih berada pada tahap
praindustri dan tergantung hamper seluruhnya pada pengerjaan kayu dengan
alat-alat tangan. Pekerjaan yang menyangkut logam, dipusatkan pada Gudang
Senjata dan percetakan uang pada 1808 di Surabaya.
2. Industrialisasi Masa Orde Lama
Pada
awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri
kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan
mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri.
3.
Industrialisasi Masa Orde Baru
Sejak
tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang
disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
4.
REPALITA II (1974-1979)
Prioritas
utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan
pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan
mentah menjadi bahan baku.
5.
REPALITA III (1979-1984)
Prioritas
tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian
menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku
menjadi bahan jadi.
6.
REPALITA IV (1984-1989)
Priorotasnya
untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri
yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.Jika ditarik kesimpulan
maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian
menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.
7.
Industrialisasi Masa Reformasi
Sektor
ekonomi dapat dikelompokkan atas dua kategori yaitu sektor riil dan sektor
non-riil. Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan,
dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawan
internasional. Sektor non-riil adalah sektor lainnya seperti: listrik,
bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan,
sosial, perorangan).
2.4 Supply Chain Management
The Global Supply Chain Forum
mendefinisikan supply chain management
(SCM) sebagai integrasi proses-proses bisnis dari pengguna akhir sampai
pemasok-pemasok awal untuk menyediakan produk, jasa, dan informasi yang
memberikan nilai tambah bagi para pelanggan dan pihak-pihak terkait lainnya
(Croxton et al., 2001).
Nilai tambah bagi para pelanggan
berkaitan dengan permintaan yang terutama berkaitan dengan kebutuhan produk
dengan jenis yang tepat, kuantitas yang tepat, tempat yang tepat, waktu yang
tepat, kualitas yang tepat, dan biaya yang tepat.
2.4.1 Ketidakpastian
dalam Rantai Pasok
SCM bertujuan untuk memenuhi permintaan
pelanggan tersebut dengan melibatkan para pelaku dan pihak-pihak terkait dalam
rantai pasok itu. Pada suatu rantai pasok terdapat ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian ini
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dari aspek permintaan (demand) maupun aspek pasokan (supply).
2.4.2 Ketidakpastian
Permintaan
1. Variasi
produk Variasi produk yang dibutuhkan atau diminta
oleh pelanggan sangat beragam. Variasi ini antara lain dalam merk, ukuran, dan
lain-lain.
2. Variasi
kuantitas produk Para
pelanggan membutuhkan produk dalam kuantitas yang beragam. Untuk suatu produk
tertentu, misalnya, seorang pelanggan membutuhkan produk dalam jumlah sedikit
(dalam satuan unit), sedangkan pelanggan yang lain.
3. Perbedaan
ukuran lot Ukuran
lot suatu produk yang dibutuhkan pelanggan berbedabeda. Sebagai contoh, untuk
suatu produk tertentu, pelanggan membutuhkan produk dalam kemasan yang berisi
12 unit, sedangkan pada waktu yang lain atau pelanggan lain membutuhkan produk
tersebut dalam kemasan yang berisi 24 unit. Perbedaan ukuran lot ini akan
mempengaruhi ketidakpastian dalam rantai pasok. Perbedaan ukuran lot yang
semakin banyak akan meningkatkan ketidakpastian dalam rantai pasok.
4. Waktu
tanggap Waktu
tanggap permintaan bisa sangat bervariasi. Untuk produk farmasi, misalnya,
waktu tanggap permintaan dari apotek atau rumah sakit bisa sangat longgar. Namun,
waktu tanggap permintaan produk farmasi untuk kondisi darurat (misalnya untuk
keperluan operasi) bisa sangat sempit. Apabila waktu tanggap yang dibutuhkan
sempit maka akan mengakibatkan ketidakpastian yang tinggi dalam rantai pasok.
5. Tingkat
pelayanan Tingkat
pelayanan bervariasi tergantung karakteristik pelanggan dan tingkat
kebutuhannya saat itu. Pengiriman suatu suku cadang (sparepart) untuk kondisi
darurat di area pengeboran minyak, misalnya, harus dilakukan sesegera mungkin.
Namun, pengiriman suku cadang yang sama untuk keperluan cadangan perawatan
(maintenance), dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama. Permintaan
tingkat pelayanan yang tinggi akan meningkatkan ketidakpastian dalam rantai
pasok.
6. Kepekaan
terhadap harga produk
Harga produk yang bisa diterima oleh pelanggan bisa berbeda-beda. Untuk suatu
kondisi tertentu, harga produk tidak sensitif bagi pelanggan. Namun, pada
kondisi yang lain, harga produk akan menjadi sensitif. Bagi sebagian besar
pelanggan, hargaharga produk di supermarket, misalnya, cukup sensitif. Sebagian
besar pelanggan membeli produk-produk di supermarket dalam jumlah cukup besar
sebagai belanja bulanan untuk keperluan seharhari. Namun, harga-harga produk
yang sama di convenience stores bukan menjadi hal yang sensitif. Para pelanggan
hanya sewaktu-waktu saja membeli produk di sana terutama karena lokasinya dan
dalam jumlah sedikit. Harga produk yang peka (sensitif) mengakibatkan
ketidakpastian rantai pasok menjadi tinggi.
2.4.3 Ketidakpastian Pasokan
1.
Kualitas
produk Kualitas produk yang dihasilkan bisa berbeda atau
berubah tergantung beberapa faktor. Berkaitan dengan siklus hidup produk (product life cycle), misalnya, kualitas produk pada masa pengenalan (introduction) biasanya lebih rendah
dibandingkan masamasa berikutnya. Kualitas produk ini juga bisa berubah karena
kualitas bahan baku, kondisi mesin produksi, kecakapan operator, dan lainlain.
Apabila kualitas produk rendah maka ketidakpastian rantai pasok menjadi tinggi.
2.
Tingkat
inovasi produk Tingkat inovasi produk ditunjukkan dari
frekuensi perubahan pada produk tersebut. Tingkat inovasi produk yang tinggi
dapat dilihat pada produk telepon genggam (HP). Sebaliknya, tingkat inovasi
produk yang rendah dapat dilihat pada bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti
beras, gula, minyak goreng, dan sebagainya. Apabila tingkat inovasi produk
tinggi maka ketidakpastian rantai pasok akan meningkat.
3.
Keterbatasan
kapasitas produksi
Kapasitas produksi menunjukkan jumlah produk yang bisa dihasilkan dalam suatu
periode waktu tertentu. Kapasitas produksi mempunyai batasan-batasan tertentu,
misalnya terkait dengan kapasitas mesin-mesin produksi yang digunakan,
ketersediaan operator, dan sebagainya. Keterbatasan kapasitas produksi
mengakibatkan ketidakpastian yang tinggi dalam rantai pasok.
4.
Fleksibilitas
kapasitas produksi
Perusahaan bisa melakukan perubahan tingkat produksi, yaitu jumlah produk yang
dihasilkan dalam suatu proses produksi. Namun demikian, perubahan ini tidak
selalu bisa dilakukan dengan mudah karena terdapat keterbatasan fleksibilitas
kapasitas produksi itu. Fleksibilitas kapasitas produksi yang rendah akan
meningkatkan ketidakpastian rantai pasok.
5.
Gangguan
pada fasilitas produksi
Fasilitas produksi bisa mengalami gangguan yang mengakibatkan proses produksi
terhenti sekian waktu. Gangguan tersebut misalnya aliran listrik terputus,
kerusakan mesin, dan lain-lain. Frekuensi gangguan yang tinggi akan
meningkatkan ketidakpastian dalam rantai pasok.
2.4.4 Penerapan
SCM
Ketidakpastian permintaan bervariasi dari
tingkat ketidakpastian yang rendah sampai yang tinggi. Demikian pula pada
ketidakpastian pasokan.Penerapan SCM diharapkan dapat mengantisipasi atau
mengelola ketidakpastian tersebut.
Pengelolaan bisa dilakukan dari sisi
pasokan maupun permintaan, walaupun pada praktiknya lebih banyak dari sisi
pasokan. Penerapan SCM ini dilakukan dengan memilih dan menggunakan strategi
yang tepat.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Industri Elektronika di
Indonesia
Perkembangan industri elektronika di
Indonesia erat dengan perkembangan perekonomian Indonesia pada umumnya.
Industri elektronika merupakan salah satu
sektor prioritas. Pasalnya, pertumbuhan industri ini tergolong tinggi. Untuk
itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan industri
elektronika di dalam negeri.
Data Kemenperin menyebutkan, nilai
investasi pada industri elektronika dan telematika terus tumbuh dimana pada
tahun 2015 mencapai USD 6,6 miliar atau naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
USD 5,9 miliar. Peningkatan tersebut berasal dari kontribusi besar produk
elektronika konsumsi sebesar USD 2,4 miliar, disusul produk telematika USD 5,5
juta dan produk komponen sebesar USD 3,6 miliar.
Di sisi lain, industri elektronika dan
telematika mampu menambah tenaga kerja sebanyak 499 orang pada tahun 2015 atau
naik dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 488 orang.
3.2 Kondisi Pasar Elektronik di Indonesia
Kondisi pasar elektronik Indonesia pada
2016 mengaIami penurunan sebesar 2,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Penurunan ini disebabkan ketidakpastian perekonomian, amnesti pajak, dan
penurunan daya beli masyarakat.
Isu pajak barang mewah juga turut andil
atas penurunan permintaan. Penurunan khususnya pada penjualan alat-alat rumah
tangga di empat kategori, yaitu LCD TV, lemari es, mesin cuci, dan penyejuk
udara.
Pasar elektronik terlihat terus melandai
setelah pada kuartal I/2017 turun 10% karena daya beli masyarakat masih rendah.
Tren penjualan produk elektronik pada 2017 tidak sebaik 3 sampai 4 tahun lalu.
Industri elektronik mulai landai sejak 2 tahun terakhir.
3.3 Permasalaham Industri Elektronik di Indonesia
Permasalahan industri elektronik di
Indonesia disebabkan oleh supply chain management yang kurang baik, akibatnya
permintaan pelanggan tidak dapat terpenuhi.
Perusahaan elektronik Indonesia juga
tidak siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang berlangsung mulai
Januari 2016. Saat ini, pasar elektronik Indonesia dikuasai produk impor,
termasuk yang berkualitas rendah. Memanfaatkan kemudahan impor, sebagian
industriawan sudah beralih menjadi pedagang. Ini semua terjadi karena
pemerintah tidak memiliki visi dan industri elektronik tidak mendapatkan
dukungan yang memadai.
Ketidaksiapan industri elektronik
Indonesia terlihat jelas pada serbuan produk elektronik impor yang terus
meningkat, kontribusi ekspor elektronik Indonesia yang terus menurun, dan
lambatnya pertumbuhan serbuan elektronik dari dalam negeri. Banyak produk hukum
yang mengganjal pertumbuhan industri. Kebijakan fiskal cenderung mematikan
industri elektronik.
Masalah itulah yang membuat struktur
industri elektronik dan elektrik di dalam negeri masih lemah. Padahal, industri
ke depan semakin menghadapi tantangan kenaikan biaya produksi ketika subsidi
BBM dihapus sepenuhnya.
Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan
peluang yang besar dari pelaksanaan MEA. Apalagi, RI memiliki pasar yang besar.
Namun, hingga kini, pemerintah belum memiliki rancangan yang nyata. Pemerintah
juga masih setengah hati dalam menarik investasi dan tidak mengetahui apa yang
diinginkan.
Banyak kebijakan pemerintah justru
keliru, seperti bea masuk (BM) atas impor barang yang lebih murah dibandingkan
komponen. Akibatnya, barang-barang yang dijual di pasar domestik banyak produk
impor. Pemerintah juga mengklaim mendorong pertumbuhan dan pengembangan
industri manufaktur di dalam negeri melalui transfer teknologi, namun
kenyataannya, tidak ada kebijakan-kebijakan insentif yang mendorong tumbuhnya
industri dan transfer teknologi tersebut. Akibatnya, sebagian besar
produk-produk di pasar domestik adalah hasil assembling (perakitan).
Indonesia belum
memiliki industri dasar sebagai pemasok komponen industri perakitan elektronik.
Faktor tersebut
membuat industri perakitan elektronik di Tanah Air bergantung kepada pasokan
komponen impor. Ketergantungan atas produk impor membuat industri elektronik
Indonesia kurang kompetitif karena risiko rantai pasok dan kurs.
Salah satu kelompok industri elektronik
yang bergantung kepada komponen dasar impor adalah alat elektronik pendingin
seperti lemari es dan penyejuk ruangan. seluruh kompresor dan
motor yang digunakan dalam produk lemari es dan AC adalah produksi industri
luar negeri.
Berdasarkan ranking
indeks daya saing di Asean, industri komponen elektronik RI hanya menang atas
Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, dan Laos.
Mengutip data World
Bank 2014, hanya Singapura dan Malaysia yang menikmati surplus neraca
perdagangan elektronik, baik dengan negara-negara Asean yang lain maupun ke
pasar dunia. Sementara itu, Indonesia bersama Thailand, Kamboja, dan Brunei Darussalam
masih mengalami defisit.
Berdasarkan ranking
International Trade Centre, Trade Map-International Trade Statistics 2013 Asean
Electronics Exports by Country, Indonesia berada pada posisi 29 dengan rate
pertumbuhan lima tahun sebesar 28,1%. Ini tertinggal jauh dibandingkan negara
Asean lain, yakni Singapura yang menempati rangking global kelima, Malaysia
pada urutan 10, Vietnam di posisi 12, Thailand pada ranking 14, dan Filipina
pada posisi ke-20. Vietnam mencetak rate pertumbuhan lima tahun tertinggi,
yakni 814,2%.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri, menurut Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Faktor utama yang berpengaruh dalam suatu industri adalah
modal investasi awal, perkembangan industri, ketersediaan SDM, teknologi sumber
daya alam, dan sektor-sektor pendukung.
Permasalahan industri elektronik di
Indonesia disebabkan oleh supply chain management yang kurang baik, akibatnya
permintaan pelanggan tidak dapat terpenuhi. Perusahaan elektronik Indonesia
juga tidak siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang berlangsung
mulai Januari 2016. Masalah itulah yang membuat struktur industri elektronik
dan elektrik di dalam negeri masih lemah. Hingga kini, pemerintah belum
memiliki rancangan yang nyata. Pemerintah juga masih setengah hati dalam
menarik investasi dan tidak mengetahui apa yang diinginkan.
Banyak kebijakan pemerintah justru keliru, seperti bea
masuk (BM) atas impor barang yang lebih murah dibandingkan komponen. Akibatnya,
barang-barang yang dijual di pasar domestik banyak produk impor. Pemerintah
juga mengklaim mendorong pertumbuhan dan pengembangan industri manufaktur di
dalam negeri melalui transfer teknologi, namun kenyataannya, tidak ada
kebijakan-kebijakan insentif yang mendorong tumbuhnya industri dan transfer
teknologi tersebut. Akibatnya, sebagian besar produk-produk di pasar domestik
adalah hasil assembling (perakitan).
4.2 Saran
Pemerintah seharusnya
menekan biaya-biaya tinggi yang dibebankan ke industri, sehingga bisa memacu
pertumbuhan industri elektronik di dalam negeri. Selain itu, pemerintah
seharusnya tidak lagi menganggap insentif fiskal sebagai berkurang atau
hilangnya sebagian pendapatan negara. Sebab, dengan insentif fiskal bagi
industri, justru akan mampu menghasilkan pendapatan yang lebih besar.
DAFTAR
PUSTAKA
Boediono. 1990. Ekonomi Internasional : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi
Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Chenery, et.al. 1986. Industrialization and Growth. Oxford
University Press Diak
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia.
Jakarta: Erlangga
Daroni,
Anis. 2012. Masa Industrialisasi di
Indonesia (online) di https://anisadaroni.wordpress.com
di akses pada 9 September 2017 pukul 21.40
K.L.
Croxton, S. J. Garcia-Dastugue, D. M. Lambertand D. S. Rogers. 2001. The Supply Chain Management Process, The
International Journal of Logistics Management. Vol. 12, No. 2.
Kartasapoetra, G. Kartasapoetra, A.
Kartasapoetra R. 1987. Pembentukan
Perusahaan Industri. Jakarta: Bima Aksara
Karakteristik dan Permasalahan
Rantai Pasok (online) di, http://supplychainindonesia.com/ diakses pada 9 September 2017 pukul
18.39
Kementrian Perindustrian RI. 2016. Industri Elektronik Indonesia Belum Siap
Hadapi MEA (online) di http://www.kemenperin.go.id/,
diakses pada 9 September 2017 pukul 18.30
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian
Did you hear there's a 12 word sentence you can say to your partner... that will trigger deep emotions of love and instinctual attraction for you deep within his heart?
BalasHapusThat's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, adore and care for you with his entire heart...
12 Words Who Fuel A Man's Desire Instinct
This impulse is so built-in to a man's mind that it will make him try harder than ever before to build your relationship stronger.
Matter of fact, fueling this powerful impulse is absolutely binding to achieving the best possible relationship with your man that once you send your man one of the "Secret Signals"...
...You will immediately find him expose his soul and mind for you in such a way he haven't experienced before and he'll perceive you as the only woman in the galaxy who has ever truly tempted him.